Terkait asal-usul seni ukir Jepara, banyak beragam mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat. Berikut legenda asal-usul seni ukir yang berkembang di Jepara.
Dikisahkan Raja Brawijaya (Raja Majapahit terakhir) sedang berjalan-jalan ke sebuah desa. Karena lelah, ia lalu beristirahat di rumah seorang mantri lurah jagal, punggawa rendahan Istana Majapahit. Punggawa itu punya anak perempuan yang sudah menjanda. Wajah janda ini amat elok dan cantik sekali hingga Prabu Brawijaya terpikat dan ingin menggaulinya. Akhirnya, si janda ini mengandung dan melahirkan anak laki-laki yang amat tampan dan diberi nama Jaka Prabangkara.
Prabu Brawijaya amat gembira melihat anaknya yang tampan itu, apalagi setelah tahu kalau anaknya ini pandai sekali melukis. Maka, Jaka Prabangkara diminta untuk melukis permaisurinya yang amat dicintainya yaitu Putri Cempa.
Lukisan permaisuri yang dilukis tanpa busana itu dapat diselesaikan oleh Prabangkara dengan sempurna persis seperti aslinya. Namun hal ini membuat Raja Brawijaya menjadi curiga, karena pada bagian tubuh tertentu dan rahasia terdapat tanda alami/khusus yang terdapat pula pada lukisan serta tempatnya/posisi dan bentuknya persis. Jaka Prabangkara berdalih jika titik hitam di lukisan yang terdapat di sekitar kemaluannya ini terjadi karena tetesan tinta yang jatuh tanpa sengaja.
Namun, Prabu Brawijaya tidak percaya. Ia menuduh Jaka Prabangkara yang tampan itu telah menggauli permaisurinya yang cantik jelita itu hingga ia tahu kalau di sekitar kemaluannya ada titik hitam.
Maka murkalah sang Prabu dan berencana untuk membunuh Jaka Prabangkara. Namun, sang patih Gajah Mada mencoba menahan amarahnya dan mohon agar anak ini jangan dibunuh. Sebab, bagaimanapun ia adalah anaknya sendiri.
Maka disiapkanlah serangkaian strategi untuk mengusir si anak dari Majapahit. Prabu Brawijaya suatu kali meminta Jaka Prabangkara untuk melukis seluruh isi dan kejadian di langit, misalnya matahari, rembulan, bintang, halilintar, pelangi, petir dan cahaya angkasa yang warna-warni. Maka dipersiapkanlah sebuah kurungan besar lengkap dengan segala perbekalan dan sebuah layang-layang besar. Jaka Prabangkara diminta untuk masuk ke kurungan itu dan diterbangkan dengan layang-layang besar itu. Setelah layang-layang terbang ke angkasa diputus talinya.
Dalam keadaan melayang-layang inilah pahat Prabangkara jatuh di suatu desa di dekat kota Jepara.
Di desa kecil tersebut sampai sekarang memang banyak terdapat pengrajin ukir yang berkualitas tinggi. Namun asal mula adanya ukiran disini apakah memang betul disebabkan karena jatuhnya pahat Prabangkara, belum ada data sejarah yang mendukungnya.
Namanya juga legenda.
Dikisahkan Raja Brawijaya (Raja Majapahit terakhir) sedang berjalan-jalan ke sebuah desa. Karena lelah, ia lalu beristirahat di rumah seorang mantri lurah jagal, punggawa rendahan Istana Majapahit. Punggawa itu punya anak perempuan yang sudah menjanda. Wajah janda ini amat elok dan cantik sekali hingga Prabu Brawijaya terpikat dan ingin menggaulinya. Akhirnya, si janda ini mengandung dan melahirkan anak laki-laki yang amat tampan dan diberi nama Jaka Prabangkara.
Prabu Brawijaya amat gembira melihat anaknya yang tampan itu, apalagi setelah tahu kalau anaknya ini pandai sekali melukis. Maka, Jaka Prabangkara diminta untuk melukis permaisurinya yang amat dicintainya yaitu Putri Cempa.
Lukisan permaisuri yang dilukis tanpa busana itu dapat diselesaikan oleh Prabangkara dengan sempurna persis seperti aslinya. Namun hal ini membuat Raja Brawijaya menjadi curiga, karena pada bagian tubuh tertentu dan rahasia terdapat tanda alami/khusus yang terdapat pula pada lukisan serta tempatnya/posisi dan bentuknya persis. Jaka Prabangkara berdalih jika titik hitam di lukisan yang terdapat di sekitar kemaluannya ini terjadi karena tetesan tinta yang jatuh tanpa sengaja.
Namun, Prabu Brawijaya tidak percaya. Ia menuduh Jaka Prabangkara yang tampan itu telah menggauli permaisurinya yang cantik jelita itu hingga ia tahu kalau di sekitar kemaluannya ada titik hitam.
Maka murkalah sang Prabu dan berencana untuk membunuh Jaka Prabangkara. Namun, sang patih Gajah Mada mencoba menahan amarahnya dan mohon agar anak ini jangan dibunuh. Sebab, bagaimanapun ia adalah anaknya sendiri.
Maka disiapkanlah serangkaian strategi untuk mengusir si anak dari Majapahit. Prabu Brawijaya suatu kali meminta Jaka Prabangkara untuk melukis seluruh isi dan kejadian di langit, misalnya matahari, rembulan, bintang, halilintar, pelangi, petir dan cahaya angkasa yang warna-warni. Maka dipersiapkanlah sebuah kurungan besar lengkap dengan segala perbekalan dan sebuah layang-layang besar. Jaka Prabangkara diminta untuk masuk ke kurungan itu dan diterbangkan dengan layang-layang besar itu. Setelah layang-layang terbang ke angkasa diputus talinya.
Dalam keadaan melayang-layang inilah pahat Prabangkara jatuh di suatu desa di dekat kota Jepara.
Di desa kecil tersebut sampai sekarang memang banyak terdapat pengrajin ukir yang berkualitas tinggi. Namun asal mula adanya ukiran disini apakah memang betul disebabkan karena jatuhnya pahat Prabangkara, belum ada data sejarah yang mendukungnya.
Namanya juga legenda.
Untuk pemesanan mebel ukir, silahkan hubungi:
Sayogyo Utomo
Phone 081 2265 1319
WA 081 2265 1319